» Pengertian Wakalah - Visi Kedepan

Pengertian Wakalah - Ada yang bilang tak kenal maka tak sayang, untuk itu mari kita berkenalan dulu. Perkenalkan situs Visi Kedepan adalah sebuah situs yang membahas tentang banyak hal. Seperti contohnya yang akan kita bahas kali ini yaitu mengenai Pengertian Wakalah. Tentunya cukup menarik bukan? hehehe.

Basa-basinya garing ya? hehehe, harap dimaklumi yah, karena admin lagi agak ngantuk, semalam abis begadang di tempat Teteh Yuli yang kemarin baru nyunatin anaknya. Berhubung banyaknya inbok yang masuk menanyakan tentang Pengertian Wakalah maka dengan sangat senang hati admin akan membahasanya. Nah, sambil seruput kopi, yuk simak ulasan lengkapnya dibawah ini.

Pembabaran Lengkap Pengertian Wakalah

Selamat datang di Pakdosen.co.id, web digital berbagi ilmu pengetahuan. Kali ini PakDosen akan membahas tentang Wakalah? Mungkin anda pernah mendengar kata Wakalah? Disini PakDosen membahas secara rinci tentang pengertian, dasar, rukun, syarat, bentuk, hak, kewajiban, akibat, tujuan dan akhir. Simak Penjelasan berikut secara seksama, jangan sampai ketinggalan.

Pengertian Wakalah

Pengertian Wakalah

Wakalah secara etimologi yang berarti al-hifdh pemeliharaan, al-Tafwidh penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Sedangkan secara terminologi wakalah adalah pemberi kewenangan/ kuasa kepada pihak lain tentang apa yang harus dilakukannya dan ia (penerima kuasa) secara syar’i menjadi pengganti pemberi kuasa selama batas waktu yang ditentukan. Para ulama memberikan definisi wakalah yang beragam, diantaranya yaitu: Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wakalah adalah, seseorang menempati diri orang lain dalam tasharruf (pengelolaan). Sedangkan Ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah bahwa wakalah adalah seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain untuk dikerjakan ketika hidupnya. Hal kaitannya dengan wakalah menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dalam Buku II. Bab I, pasal 20 ayat 19 bahwasannya wakalah adalah pemberian kuasa kepada pihak lain untuk mengerjakan sesuatu.


Menurut KUHPer mengenai wakalah terdapat dalam Buku III, Bab VIII pasal 1792 dipasal tersebut diterangkan bahwa pemberi kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa. Dalam wakalah sebenarnya pemilik urusan (muwakil) itu dapat secara sah untuk mengerjakan pekerjaannya secara sendiri. Namun karena satu dan lain hal urusan itu ia serahkan kepada orang lain yang dipandang mampu untuk menggantikannya. Oleh karena itu, jika seorang (muwakil) itu adalah orang yang tidak ahli untuk mengerjakan urusannya itu seperti orang gila, atau anak kecil maka tidak sah untuk mewakilkan kepada orang lain. Contoh wakalah seperti seorang terdakwa mewakilkan urusan kepada pengacaranya.


Dasar Hukum Wakalah

Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Manusia tidak mampu untuk mengerjakan segala urusannya secara pribadi dan membutuhkan orang lain untuk menggantikan yang bertindak sebagai wakilnya. Dan Ijma para ulama telah sepakat telah membolehkan wakalah, karena wakalah dipandang sebagai bentuk tolong-menolong atas dasar kebaika dan takwa yang diperintahkan oleh Allah SWT, dan Rasul-Nya. Firman Allah QS. Al-Maidah ayat 2 :

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَاب.        

“Dan tolong-menolong lah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan takwa dan janganlah kamu tolong-menolong dalam mengerjakan dosa dan permusuhan dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya siksa Allah sangat pedih.

Dalam Hadis dari Sulaiman bin Yasar, bahwa wakalah bukan hanya diperintahkan diperintahkan oleh Nabi tetapi Nabi sendiri pernah melakukannya. Bahwa Nabi pernah mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah.(HR. Malik) dan Rasulullah juga pernah mewakilkan dalam membayar utang, mewakili dalam mengurus untanya.(HR. Bukhari dan Abu Hurairah). Adanya wakalah juga terdapa dalam KHES Pasal 20 angka 19 dan KUHPerdata pasal 1792.


Rukun dan Syarat Wakalah

Rukun Wakalah

Rukun wakalah dalam KHES pasal 452 ialah:

  1. Wakil (orang yang mewakili)
  2. Muwakkil (orang yang mewakilkan)
  3. Muakkal fih (sesuatu yang diwakilkan)
  4. Shighat (lafadz ijab dan qabul)

Adapun syarat yang menjadi wakalah sebagai berikut:

  1. Wakil (orang yang mewakilkan) dalam ketentuan pasal 457 KHES bahwa orang yang menjadi penerima kuasa harus cakap bertindak hukum, maksudnya disini seseorang yang belum cakap melakukan perbuatan hukum tidak berhak mengangkat penerima kuasa seperti seorang anak yang masih dalam pengampuan tetapi apabila anak yang masih dalam pengampuan itu boleh diangkat sebagai penerima kuasa asal dia menghasilkan perbuatan yang menguntungkan bagi pemberi kuasa, dan tidak merugikan tetapi dengan adanya seizin walinya. Dalam KUHPer pasal 1798 dijelaskan seorang perempuan dan anak yang belum dewasa itu dapat ditunjuk menjadi kuasa tetapi pemberi kuasa itu tidak berwenang untuk mengajukan tuntutan hukum kepada anak yang belum dewasa, dan seorang perempuan bersuami pun jika tanpa adanya bantuan dari suami, ia tidak beerwenang mengadakan tuntutan hukum.
  1. Muwakkil (orang yang mewakilkan) dalam ketentuan pasal 458 bahwa seseorang yang menerima kuasa harus sehat akal pikiran maksudnya tidak gila, orang yang berakal sehat dan tidak idiot serta ia cakap perbuatan hukum meski tidak perlu dewasa tapi dengan adanya izin dari walinya dan tidak berhak dan berkewajiban dalam transaksi karenanya itu dimiliki oleh pemberi kuasa.
  1. Muakkal fih (sesuatu yang diwakilkan) dalam ketentuan pasal 459 sesuatu yang diwakilkan itu bisa berupa seseorang dan/ atau badan usaha berhak menunjuk pihak lain sebagai penerima kuasanya untuk melaksanakan suatu tindakan yang dapat filakukannya sendiri, memenuhi kewajiban, dan/ atau yang mendapatkan suatu hak dalam hal transaksi yang merupakan menjadi hak dan tanggung jawabnya.
  1. Shighat (lafadz ijab dan qabul) dalam Fatwa No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang wakalah, bahwa pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dan wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.  Jadi akad pemberian kuasa bisa terjadi apabila adanya ijab dan qabul, sedangkan akad tersebut dikatakan batal itu jika si penerima kuasa menolak untuk menjadi penerima kuasa. (pasal 452 ayat 2 dan 4).

Bentuk-bentuk Wakalah 

Adapun bentuk-bentuknya dalam KHES pasal 456 dijelaskan bahwa transaksi pemberian kuasa dapat dilakukan dengan mutlak dan/ atau terbatas, ialah:

  • Wakalah Muqayyadah (khusus), yaitu pendelegasian terhadap pekerjaan tertentu. Dalam hal ini seorang wakil tidak boleh keluar dari wakalah yang ditentukan. Maka melakukan perbuatan hukumnya secara terbatas (pasal 468 KHES)
  • Wakalah Mutlaqah, yaitu pendelegasian secara mutlak, misalnya sebagai wakil dalam pekerjaan. Maka seorang wakil dapat melaksanakan wakalah secara luas. Maka melakukan perbuatan hukumnya secara mutlak (pasal 467 KHES)

Sedangkan KUHPer pasal 1795 dan 1796 Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa. Pemberian kuasa yang dirumuskan secara umum hanya meliputi tindakan- tindakan yang menyangkut pengurusan. Untuk memindahtangankan barang atau meletakkan hipotek di atasnya, untuk membuat suatu perdamaian, ataupun melakukan tindakan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik, diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas.


Hak dan Kewajiban dalam Wakalah

Berikut ini adalah beberapa hak dan kewajiban dalam wakalah yaitu:

1. Kewajiban penerima kuasa

  • Wajib melaksanakan kuasanya dan bertanggungjawab atas segala biaya dan kerugian yang timbul.
  • Bertanggungjawab atas perbuatan-perbuatan yang dilakukannya dalam menjalankan kuasanya.
  • Memberi laporan kepada pemberi kuasa tentang apa yang telah dilakukannya.
  • Bertanggung jawab atas orang lain yang ditunjuknya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya.

2. Hak penerima kuasa

Penerima kuasa berhak menahan kepunyaan pemberi kuasa yang berada di tangannya hingga kepadanya dibayar lunas segala sesuatu yang dapat dituntutnya.


3. Kewajiban pemberi kuasa

  1. Wajib mengembalikan biaya yang telah dikeluarkan oleh penerima kuasa untuk melaksanakan kuasanya.
  2. Memberi ganti rugi atas kerugian-kerugian yang dialami penerima kuasa sewaktu menjalankan tugasnya.
  3. Memberikan upah kepada penerima kuasa atas jasanya.

4. Hak pemberi kuasa

  • Menerima laporan mengenai kegiatan-kegiatan penerima kuasa.
  • Menggugat penerima kuasa yang telah melakukan penyelewengan dan dapat pula mengajukan tuntutannya.

Akibat Hukumnya

Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu  atas nama orang yang memberikan kuasa. Kuasa dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta umum, dengan suatu surat di bawah tangan bahkan dengan sepucuk surat ataupun dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh yang diberi kuasa. Pemberian kuasa terjadi dengan cuma-cuma, kecuali jika diperjanjikan sebaliknya. Jika dalam hal yang terakhir upahnya tidak ditentukan dengan tegas, maka penerima kuasa tidak boleh meminta upah yang lebih daripada yang ditentukan dalam Pasal 411 untuk wali. Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa. Pemberian kuasa yang dirumuskan secara umum hanya meliputi tindakan- tindakan yang menyangkut pengurusan Untuk memindahtangankan barang atau meletakkan hipotek di atasnya, untuk membuat suatu perdamaian, ataupun melakukan tindakan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik, diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas.


Penerima kuasa tidak boleh melakukan apa pun yang melampaui kuasanya, kekuasaan yang diberikan untuk menyelesaikan suatu perkara secara damai, tidak mengandung hak untuk menggantungkan penyelesaian perkara pada keputusan wasit. Orang-orang perempuan dan anak yang belum dewasa dapat ditunjuk kuasa tetapi pemberi kuasa tidaklah berwenang untuk mengajukan suatu tuntutan hukum terhadap anak yang belum dewasa, selain menurut ketentuan-ketentuan umum mengenai perikatan-perikatan yang dibuat oleh anak yang belum dewasa, dan terhadap orang-orang perempuan bersuami yang menerima kuasa tanpa bantuan suami pun ia tak berwenang untuk mengadakan tuntutan hukum selain menurut ketentuan-ketentuan Bab 5 dan 7 Buku Kesatu dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini. Pemberi kuasa dapat menggugat secara langsung orang yang dengannya penerima kuasa telah melakukan perbuatan hukum dalam kedudukannya dan pula dapat mengajukan tuntutan kepadanya untuk memenuhi persetujuan yang telah dibuat.


Tujuan Adanya Wakalah

Pada hakikatnya wakalah merupakan pemberian dan pemeliharaan amanat. Oleh karena itu, baik muwakkil (orang yang mewakilkan) dan wakil (orang yang mewakili) yang telah bekerja sama/ kontrak, wajib bagi keduanya untuk menjalankan hak dan kewajibannya, saling percaya, dan menghilangkan sifat curiga dan beburuk sangka. Dan sisi lainnya wakalah terdapat pembagian tugas, karena tidak semua orang memiliki kesempatan untuk menjalankan pekerjaannya dengan dirinya sendiri. Dengan mewakilkan kepada orang lain, maka muncullah sikap saling tolong menolong dan memberikan pekerjaan bagi orang yang sedang menganggur. Dengan demikian, si muwakkil akan terbantu dalam pekerjaanya, dan si wakil tidak kehilangan pekerjaanya.


Berakhirnya Wakalah

Berhentinya akad wakalah ini bisa terjadi karena beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Salah satu pihak meninggal dunia.
  2. Telah berakhirnya atau telah sempurnanya aktivitas atau urusan yang diwakilkan.
  3. Jika muwakkil memberhentikan wakilnya, hal ini terjadi dalam kondisi apapun sekalipun tanpa adanya kesalahan dari wakil.
  4. Wakil memberhentikan dirinya sendiri.
  5. Perkara yang diwakilkan telah keluar dari kepemilikan atau wewenang muwakkil.

KHES pasal 523 sedangkan KUHPer pasal 1813-1819.


Demikian Penjelasan Materi Tentang Pengertian Wakalah : Pengertian, Dasar, Rukun, Syarat, Bentuk, Hak, Kewajiban, Akibat, Tujuan dan Akhir  Semoga Materinya Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi.

The post Pengertian Wakalah first appeared on PAKDOSEN.CO.ID.

ARTIKEL PILIHAN PEMBACA :
Memuat...

Kami cukupkan dulu pembahasan tentang » Pengertian Wakalah - Visi Kedepan. Semoga saja uraian diatas bisa memberikan manfaat untuk kita semua. Tidak lupa kami sampaikan terima kasih karena sudah berkunjung ke situs Visi Kedepan dan membaca ulasan kami hingga selesai. Kami juga menerima kritik dan saran dari Sobat pembaca semuanya. Silahkan sampaikan di kolom komentar dibawah arikel ini. Sampai ketemu di postingan selanjutnya.

Comments